Skip to main content

Posts

Showing posts from May, 2016

Fokus Pada Tema

Suatu hari mentor saya menelpon. Saya senang sekali, seakan hari itu hari yang paling indah dari hari-hari yang ada. Kenapa? Karena hari-hari sebelumnya saya merasa tidak tahu kemana harus mengarahkan tulisan-tulisan saya. Yang saya ketahui hanyalah bahwa saya sedang berjalan entah kemana. Jika Anda mengikuti tulisan-tulisan saya yang muncul di pembelajar.com, sejak saya menjadi kolumnis tetap di sana, maka Anda akan menemukan pikiran-pikiran dan gagasan-gagasan saya merupakan semacam gado-gado, dan itulah yang terhidangkan. Mula-mula saya menghidangkan es cendol, lalu kolak pisang, kemudian muncul pangsit. Dari motivasi sampai kesetaraan gender. Artikel-artikel tersebut tidak tersusun rapi berdasarkan tema. Dan mentor saya menelpon untuk menghentikan saya dari ketidakfokusan saya pada tema. Dan tentu saja agar saya tidak tersesat. Kenapa hal ini bisa terjadi? Karena saya ingin menyampaikan lebih banyak daripada apa yang hendak saya bicarakan. Itulah ketidakfokusan saya. Jika saya sela

Altered State of Consciousness: WHAT and HOW?

Oleh: Adi W Gunawan Dunia pikiran adalah semesta maha luas dan dalam tak berbatas yang sangat menggoda untuk dijelajahi. Segala sesuatu yang berhubungan dengan pikiran sudah pasti juga berhubungan dengan (kondisi) kesadaran. Setiap saat pikiran bergerak dengan sangat cepat dan sulit dikendalikan. Dalam sekejap kita bisa beralih kesadaran. Bila berdiskusi tentang kesadaran umumnya orang hanya mengenal dua kondisi yaitu sadar dan tidak sadar. Yang dimaksud dengan kondisi sadar adalah keadaan pikiran aktif dan mampu mengenali sekitarnya. Sedangkan kondisi tidak sadar biasanya dihubungkan dengan keadaan tidur lelap di mana hubungan antara dunia dalam diri dan dunia di luar telah “terputus”. Tahukah anda bahwa antara kondisi sadar dan tidak sadar ini terbentang lapisan kesadaran yang sangat halus dan sangat beragam yang seringkali kita masuki , baik disengaja atau tidak, namun kita tidak sadar sedang berada dalam kondisi itu? Untuk bisa mengenali kondisi kesadaran yang “lain” dari biasanya

Pertemukan Saja Saya dengan Neraka

Oleh: Ardian Wahyudi “Di kantor saya bermasalah dengan atasan saya, setiap hari ada saja yang membuat dia marah kepada saya. Teman-teman kantor saya sama juga gak ada yang peduli, urusannya sendiri saja boro-boro saling bantu. Pulang ke rumah bukannya dapat hiburan dari anak istri, eh malah diomelin, udah seperti di neraka hidup saya ini.” Catatan di atas adalah sebuah potongan kecil dari beberapa sahabat yang pernah berbagi bersama saya. Di mana saat mereka bercerita mengenai perasaannya, saya merenung dengan dalam makna dari apa yang disampaikannya. Seperti biasa alam rasa kembali berbicara mengaduk-aduk, mencampur-campur, membolak-balik fakta yang ada untuk melihat dari sisi lain sudut pandang logika. Perlu lebih banyak kebijakan logika untuk lebih memahami esensi dari sebuah tempat yang dinamakan “NERAKA”. Neraka yang dianalogikan dengan kesempitan dan keterbatasa logika seolah adalah sebuah tempat yang mengerikan, penuh dosa, penuh ... baca selengkapnya di Pertemukan Saja Saya de

Pranayama: Nafas Untuk Kedamaian dan Kesehatan

Kehidupan kita tidak bisa terlepas dari pernafasan. Nafas adalah sumber vital kehidupan makhluk hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan. Pada saat seorang bayi lahir di dunia, pertama kali yang dilakukannya adalah bernafas. Pada saat seseorang menemui detik terakhirnya, yang dilakukannya adalah menghembuskan nafas terakhir. Pernafasan itu sendiri adalah pergerakan terus menerus berganti-ganti antara penarikan dan penghembusan udara yang dilakukan agar seseorang tetap bernafas untuk hidup. Pun demikian, pernafasan juga berhubungan dengan vitalitas atau energi kita. Kebiasaan dan pola bernafas kita mempengaruhi langsung tenaga kita: bisa meningkatkan vitalitas kita sehingga kita penuh energi dan sehat, atau sebaliknya bisa menurunkan vitalitas kita dan membuat lesu dan mudah sakit. Paru-paru kita mempunyai kapasitas sekitar 6,000 cc, tetapi ketika bernafas normal kita hanya mempompa sekitar 600 cc udara setiap kali bernafas ke paru-paru kita. Dengan bernafas secara dalam, maka paru-p

Wiro Sableng #10 : Banjir Darah Di Tambun Tulang

WIRO SABLENG Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Karya: Bastian Tito Kiai Bangkalan menggeletak di lantai batu dalam Goa Belerang. Sedikit pun tubuh itu tidak bergerak lagi karena nafasnya sudah sejak lama meninggalkan tubuh! Orang tua itu menggeletak menelentang. Dua buah keris kecil yang panjangnya hanya tiga perempat jengkal berhulu gading menancap di tubuh Kiai Bangkalan. Darah bercucuran menutupi seluruh wajahnya. Dalam jari-jari tangan kiri Kiat Bangkalan tergenggam secarik kertas tebal empat persegi. Sedang tepat di ujung jari telunjuk tangan kanannya, yaitu pada lantai batu tergurat tulisan: TAMBUN TULANG Pendekar 212 Wiro Sableng yang berdiri di dekat tubuh tak bernyawa Kiai Bangkalan tidak mengetahui apa arti dua buah kata itu. Apakah nama seseorang yaitu manusia yang telah membunuh orang tua itu, ataukah nama sebuah tempat. Yang diketahuinya ialah bahwa si orang tua telah menuliskan dua buah kata itu pada saat-saat menjelang detik kematiannya karena ujung jari tangan ya

Wiro Sableng #110 : Rahasia Patung Menangis

WIRO SABLENG Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Karya: Bastian Tito Episode : PETUALANGAN WIRO DI LATANAHSILAM SINOPSIS :HANTU JATILANDAK INGAT PADA CAIRAN HANGAT YANG TERSENTUH JARI-JARI TANGANNYA. KETIKA DIA MEMPERHATIKAN WAJAH PATUNG ITU KAGET HANTU JATILANDAK BUKAN KEPALANG. TERNYATA CAIRAN HANGAT ITU KELUAR DARI DUA MATA PATUNG. SEOLAH TETESANTETESAN AIR MATA. "PATUNG MENANGIS...." DESIS HANTU JATILANDAK. BARU SAJA HANTU JATILANDAK SELESAI MEMBATIN TIBATIBA DALAM GELAPNYA MALAM TERDENGAR DUA SUARA TAWA BERGELAK. "MANUSIA BURUK RUPA! TIDAK BISA BERCINTA DENGAN MANUSIA, MELAMPIASKAN NAFSU BERPELUK-PELUKAN DENGAN PATUNG BATU! HA... HA... HA!" DI DALAM kamar yang diterangi dua obor itu, di atas tempat tidur kayu tergeletak menelentang seorang perempuan. Wajahnya yang cantik tertutup oleh keringat serta kerenyit menahan sakit. Dari mulutnya terus menerus keluar suara erangan, ditingkah desau nafas yang membersit dari hidung. Perempuan ini memiliki perut besar lu

Lelaki Tua yang Merindukan Bintang

“Ya, tapi entah kenapa untuk itu, Tuhan harus meminta tumbal!” “Tumbal?” — Malam mengalun. Lampu pijar menerang susah payah sebuah teras rumah sederhana. Pada sebuah amben reyot seorang lelaki tua dan perempuan tua duduk. “Ceritakan padaku, apa yang kau lihat?” kata lelaki tua. Perempuan tua tua yang duduk di sampingnya memilin ujung baju abadinya, kebaya usang berwarna pudar. “Tak ada,” kata perempuan tua. “Gelap saja.” “Tak ada? Bulan tak ada? Bintang?” lelaki tua merasa tak yakin dengan jawaban yang ia dengar. “Mestinya ada. Tapi mendung sekarang ini, langit gelap sekali.” Lelaki tua terbatuk-batuk beberapa lama. Perempuan tua mengangsurkan padanya gelas berisi air teh pahit. “Aku masih ingat,” lelaki tua kembali berkata-kata di antara sisa-sisa batuknya baru saja. “Dulu aku selalu melihat bintang sampai jauh malam. Bintang adalah makan malam. Tidak benar-benar mengusir rasa lapar, tapi bisa membuat aku melupakan rasa lapar.” “Kau tadi mengunyah krowodan-mu. Kau tak sedang lapar lag

Warna-Warni Hujan

Jika merah adalah cinta dan kuning adalah persahabatan, maka Jingga adalah kebahagiaan. Kudengar di luar hujan turun begitu deras seolah menggambarkan kecemasannya akan takdirku. Seolah ikut merasakan segala kegalauan dan kesedihan yang tengah kurasakan. Seolah ingin berkata, “Jingga, tak usah kau lara begitu, lihatlah pelangi yang akan datang setelah aku pergi.” Ah sudahlah, selalu saja begitu pikiranku. Terlalu banyak berfantasi. Entah kenapa, setelah kejadian tragis itu, aku semakin sering berfantasi, berimajinasi atau lebih parah berhalusinasi. Terlebih ketika hujan deras mengguyur seisi kota. Ya, memang benar sepertinya hujan berperan penting dalam membangkitkan kenangan dan hujan menciptakan lagu indah bagi orang tertentu yang memiliki daya fantasi tinggi. Mungkin aku termasuk salah satu orang itu. Atau, mungkin saja aku hampir tak waras. Entahlah. Aku sendiri takut jika aku menjadi gila. Gila karena emosi yang meletup-letup. Gila karena depresi tak terkendali. Ah, lupakan! Kau i

Wiro Sableng #168 : Mayat Kiriman Di Rumah Gadang

WIRO SABLENG Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Karya: Bastian Tito Episode : KUPU-KUPU GIOK NGARAI SIANOK SESUAI perjanjian yang dibuat para Datuk Luhak Nan Tigo sebelum berpisah di Ngarai Sianok, Datuk Kuning Nan Sabatang dari Luhak Agam dan Datuk Bandara Putih dari Luhak Limapuluh Kota selepas sholat Asar telah berada di rumah gadang kediaman Datuk Panglima Kayo di Batu Sangkar. Turut kepada gelarnya, Datuk Panglimo Kayo adalah Datuk paling kaya dibandingkan dua Datuk lainnya termasuk Datuk Marajo Sati. Tidak heran kalau rumah gadang kediamannya berdiri megah bergonjong lima. (rumah gadang: rumah besar) Setelah apa yang terjadi di Ngarai Sianok pagi hari itu, Tiga Datuk pimpinan tiga Luhak merasa perlu dengan segera merundingkan tindakan apa yang akan mereka lakukan sesudah Datuk Marajo Sati yaitu yang menjadi Datuk Pucuk atau Datuk Pimpinan dari Tiga Datuk Luhak Nan Tigo diketahui menyimpan seorang gadis Cina cantik belia di dalam goa kediamannya di Ngarai Sianok. Ternyata Dat

Bapak

Angin mendesis dan menyusup melalui daun jendela cokelat yang semakin usang. Malam beranjak tua. Bulan setengah bulat perlahan naik tepat di atas pohon kelapa yang menjulang tinggi. Pohon kelapa peninggalan kakek, yang sudah berdiri kokoh lebih dari setengah abad yang lalu. Dulu, kakek yang menanamnya. Kata bapak, sewaktu aku kecil, ketika umurku 6 tahun, bapak sering memanjat pohon itu. Menaikinya pijakan demi pijakan hanya untuk mengambilkan sebiji kelapa untukku. Bapak dulu begitu cekatan dan sangat hati-hati ketika menyusuri setiap jengkal batang pohon kelapa yang begitu tinggi mencengkram langit. Dengan kaki telanjang, celana cokelat tua yang kusam dan banyak noda di mana-mana, kaos oblong yang terkoyak di bagian ketiak kanannya, serta sebilah golok kesayangan yang diikatkannya dengan tali tambang pada samping perut kirinya, bapak terlihat sigap dan tangguh menjejaki setiap titian yang dibuatnya tiap setengah meter di batang pohon. Kalau bapak sudah berhasil menaklukan pijakan dem

Sacrifice of Love

Pagi ini hari pertama Senandung masuk sekolah setelah libur kenaikan kelas. Seperti biasa sahabatnya Fira selalu menghampirinya untuk berangkat ke SMAN Bina Bangsa. Sekarang mereka sudah naik ke kelas 11. Saat Fira datang “Senandung.. kelas kita diacak!” kata Fira dengan nada khawatir kepada Senandung yang sedang memakai sepatu. “Hah..? diacak!!? Yang bener kamu!?” “Iya, beneran!?” “Trus kita sekelas nggak?!” “Sekarang kita sekelas” “Trus dia sekelas sama kita nggak?” “Iya.. sekelas” Senandung hanya tediam dengan muka yang agak gelisah. Fira dan Senandung adalah sepasang sahabat tapi beda kelas mereka adalah anak kelas imercy (kelas unggulan). Lalu batin Senandung hanya mengeluh “Oh.. dear kenapa harus satu kelas?” “Fira, sebenernya aku udah denger desas desusnya kalau waktu kelas 11 ini kelas kita bakal diacak..” “Trus kamu gimana?” “Gimana apanya?” “Ya itu..” “Oh.. itu, ya.. aku harus bisa membaur lah.. kan satu kelas,” Dengan muka tersenyum tidak bah ... baca selengkapnya di Sacrifi

Lidah Doni

Lidah itu lunak. Tak bertulang. Susah diatur. Semaunya saja. Beda dengan mata. Bisa dipejam. Kalau tak mau melihat. Beda dengan hidung. Bisa ditutup. Jika tak mau menghirup. Tapi lidah lain. Susah dikendalikan. Susah sekali. Juga bagi Doni. Padahal Doni masih muda. Usianya belum senja. Belum pula kepala dua. Doni hanya anak remaja. Punya banyak mimpi. Punya banyak cita-cita. Tapi inilah kendalanya. Lidahnya tak bisa diatur. Mau tampil terus. Seperti tak diurus. Suatu kali Marwan masuk ke kelas. Sepatunya baru. Semua mata menuju. Mata Doni juga. Semua memuji. “Sepatu yang bagus” kata seorang teman. “Pasti beli di luar negeri” kata teman yang lain. “Ah, biasa paling minjem. Punyaku lebih keren asli buatan Italy” suara itu tiba-tiba memecah kebisingan. Doni terkejut. Lidahnya berulah lagi. Padahal sepatu Doni sudah butut. Tak layak lagi disebut sepatu. Butut dan layak disejajarkan dengan batu. Semua mata memandang Doni. Tapi semua seperti maklum. Pasti Doni asal ngomong. Pasti lidah Doni

Sekuntum Bunga Kamboja

Mengayuh sepeda tua berpuluh-puluh mil jauhnya, bersandar di bahu angin jalanan yang panas, berkelok-kelok medan terjal dan sekarung beras mengiringi kayuhan sepeda tuanya. Pagi buta menyambar keriputnya kulit bapak hari itu, seolah tak heran dengan kebiasaannya membangunkanku dengan ketukan pintu pada pukul 3 pagi, inilah rutinitas keluarga kami pada saat fajar menjemput. Ya, mencari batu kali yang tak seberapa untuk menambal beban hidup. Angin semilir menusuk ragaku yang masih ngantuk mengharuskanku untuk pegi ke kali mencari batu untuk di jual, ini sebenarnya pekerjaan selingan bapak disamping ngebecak, tapi bapak kali ini sedang tak enak badan dan harus mengantarkan batu yang sudah di kumpulkan ke kota untuk di jual sembari menarik becak, kebetulan mbak mus tetangga kami juga hendak ke kota jadi bapak sudah bawa penumpang dari rumah, ‘setidaknya pagi-pagi sudah bawa rejeki’ ucap bapak. Bergelut dengan keadaan mengharuskanku untuk tetap tegar, melihat bapak yang sudah tidak muda lag

Kok, Takut Berbuat Salah?

Tanggapilah dengan pandai bahkan terhadap perlakuan tidak pandai sekalipun. - Lao Tsu - Dalam sebuah wawancara, seorang reporter menanyakan rahasia dibalik sukses seorang direktur utama bank. “Dua kata”, jawabnya. “Apa saja?”, kejar sang reporter. “Keputusan jitu.” “Bagaimana membuat keputusan yang jitu?” “Satu kata.” “Apa itu?” “Pengalaman.” “Bagaimana Anda menimba pengalaman?” “Lima kata.” “Apa saja?” “Dengan membuat keputusan yang salah.” Sering kali kita menghindari kesalahan atau kegagalan. Kita tidak ingin terlihat bodoh, malu, atau dipecundangi oleh orang lain. Dalam setiap penampilan kita, ketika bergaul dengan orang lain, kita selalu ingin terlihat sempurna. Bahkan, terdapat sebuah pemikiran yang berkembang, bahwa kalau kita berbuat kesalahan, maka kita tidak saja membuat malu diri kita, tapi juga orang tua kita. Kenapa? Karena orang tua kita telah salah mendidik kita. Begitulah yang sering dipikirkan oleh kebanyakan orang. Agar kita tidak membuat malu orang tua, maka kita har

Menulis Itu Menyembuhkan

Ada korelasi antara kegiatan menulis dengan kondisi kesehatan manusia. Dan hubungannya ternyata positif. Artinya, menulis bisa menjadi salah satu cara yang efektif untuk meningkatkan kualitas kesehatan seseorang. James W. Pennebaker adalah salah satu pelopor studi mengenai keterkaitan antara kegiatan menulis dengan kondisi kesehatan manusia. Psikolog yang mengajar di Southern Methodist University, USA, ini sering menganjurkan kliennya untuk menuliskan soal-soal yang bersifat pribadi. Misalnya, seputar kejadian-kejadian di masa kecil, relasi dengan orangtua, orang-orang yang pernah dicintai atau yang sekarang Anda cintai, atau karier Anda. Pennebaker kerap menyarankan agar sedikitnya dalam empat hari berturut-turut kliennya menuliskan emosi-emosi dan pikiran-pikiran terdalam yang muncul. Emosi-emosi dan pikiran yang berkaitan erat dengan peristiwa-peristiwa sangat penting, peristiwa-peristiwa yang memengaruhi hidup Anda sampai saat ini. Ungkapkan dan galilah setiap kejadian penting dan

Yang Terbaik Akan Datang

Seorang Wanita Yang Suaminya Pengangguran Membagikan Kisah Penantiannya… Saya ingin berbagi satu cerita yang indah dengan Anda. Saya bertemu Yane Pe Benito ketika saya memberi khotbah di perusahaannya. Yane adalah seorang wanita yang menyenangkan yang memiliki kisah yang mengagumkan untuk diceritakan, saya memutuskan untuk menceritakannya pada dunia. Dua tahun lalu, suami Yane, Beni, tanpa peringatan, kehilangan pekerjaannya. Hal ini menyebabkan rasa sakit dua kali lipat karena pekerjaannya sebenarnya sangat menjanjikan. Selama 6 tahun, Beni sangat menikmati pekerjaannya di sebuah perusahaan distribusi multinasional untuk produk perawatan kulit. Namun karena perubahan struktur organisasi yang terjadi dalam perusahaan tersebut (yang sering terjadi di banyak perusahaan belakangan ini), ia di-PHK. Yane memutuskan untuk memberitahu berita menyedihkan itu pada kedua anaknya yang masih kecil, Gabriel (6 tahun) dan Marga (4 tahun). Ia memilih dengan hati-hati ... baca selengkapnya di Yang Te

Saat Berada di Puncak Kesuksesan

Pada zaman kerajaan-kerajaan di Cina, sejarah kekuasaan sering diwarnai dengan kekejaman demi kekejaman. Ini juga tidak jauh berbeda dengan sejarah kerajaan di Nusantara yang dipenuhi konflik dan intrik antar pemegang kekuasaan. Kemenangan dan kekuasaan sering dipakai untuk melampiaskan dendam yang begitu keji. Dan sudah pasti, membalas dendam selalu berarti menciptakan dendam-dendam baru yang tak berkesudahan. Untuk kesekian kalinya, kita harus ingat bahwa kekerasan akan melahirkan kekerasan baru. Pelampiasan dendam akan memunculkan dendam baru yang tak kalah keji. Mungkin sudah menjadi sifat manusia yang gampang sekali mabuk kekuasaan. Mengalahkan atau menaklukkan musuh dianggap sebagai pintu untuk berbuat apa saja, sekehendak hati dan tanpa mengenal batas. Sekalipun perbuatan tersebut telah melanggar batas-batas moral dan perikemanusiaan. Titah penguasa di puncak kekuasaan tak bisa dibantah oleh siapa pun, sekalipun bantahan itu mengandung kebenaran. Kita, seharusnya bisa mengambil

Sukses Dengan Bertindak Cepat

“Cara, peraturan, dan kemampuan sering dapat mengalahkan musuh. Sebenarnya yang selalu membuat mereka menang karena mereka lebih dulu mengetahui informasi mengenai situasi.” ~ Sun Zi’s Art of War “Lebih cepat lebih baik”. Kita tentu sangat mengenal jargon tersebut. Ya, jargon yang diusung oleh Jusuf Kalla dalam pilpres Juli 2009 mendatang bisa kita jadikan pegangan dalam melakukan tindakan atau usaha-usaha kita. Saya tidak sedang berkampanye apalagi menyuruh Anda untuk mendukungnya. Sama sekali tidak! Terus terang saya sudah punya pilihan sendiri, hehe. Sampai di mana tadi? O ya, lebih cepat lebih baik. Bertindak cepat dalam usaha di bidang apapun akan memberikan kita kemenangan. Anehnya, kita sering menutup jalur-jalur sukses kita sendiri dengan bertindak sangat lambat. Lambat berpikir,lambat belajar, lambat mencari, lambat merebut peluang dan sebagainya. Sehingga kita sendiri hanya melongo karena didahului oleh orang lain. Kata-kata “andai saja” pun kerap terucapkan disamping mencari

The Power of Kepepet

Tomi adalah seorang pegawai kantoran yang sedang bernasib apes. Kantornya yang hampir bangkrut melakukan rasionalisasi pegawai. Ia ikut terkena pemutusan hubungan kerja. Padahal, ia merasa di perusahaan itu sudah sangat nyaman. Apa daya. Ia harus jadi pengangguran lagi. Ia pun tak tahu harus ke mana mencari pekerjaan. Sebab, ia hanya lulusan SMA. Yang sarjana saja susah cari pekerjaan, apalagi dirinya yang hanya sekolah SMA, begitu pikirnya. Di rumah, ia harus menanggung hidup dua anak dan seorang istri. Meski istrinya berjualan sayuran untuk membantu menambah penghasilan, jumlahnya tak cukup. Anaknya sudah sekolah SD. Mereka butuh makan dan butuh biaya sekolah yang tak sedikit. Tomi pun kebingungan. Sebab, pesangon yang diberikan perusahaan jumlahnya hanya cukup untuk hidup tiga bulan. Karena tak kunjung mendapat pekerjaan pengganti, ia pun hampir putus asa. Di tengah kebingungannya itu, ia melihat istrinya justru makin banyak mendapat pelanggan. Masakan yang dibuat istrinya rupanya b

Wiro Sableng #75 : Harimau Singgalang

WIRO SABLENG Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Karya: Bastian Tito Episode : DENDAM DI PUNCAK SINGGALANG SATU Hari itu hari ketiga di bulan kedelapan merupakan hari besar bagi penduduk Pagaralam dan sekitarnya. Suara talempong, rabab dan saluang terdengar tiada putusputusnya. Sejak pagi halaman rumah gadang tempat kediaman Datuk Gampo Alam telah dipenuhi oleh para tetamu yang berdatangan dari berbagai penjuru. Di barisan kursi sebelah depan, dinaungi oleh payung-payung besar berwarna warni duduklah sang Datuk didampingi keempat istrinya di sebelah kiri sedang di sebelah kanan duduk seorang pemuda tampan kemenakan Datuk Gampo Alam, bernama Andana. Begitu banyaknya tamu yang datang hingga di antara mereka ada yang tidak kebagian tempat duduk. Namun semuanya dengan senang hati tegak di sekeliling halaman menunggu dimulainya acara perhelatan besar itu. Perhelatan besar ini diadakan sebgaai ungkapan rasa syukur atas kembalinya sang kemenakan setelah beberapa tahu menghilang di negeri

Wiro Sableng #50 : Mayat Hidup Gunung Klabat

WIRO SABLENG Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Karya: Bastian Tito INI SATU PEMANDANGAN yang mengerikan bagi siapa saja yang menyaksikan. Bagaimana tidak. Di malam buta ketika tak ada rembulan dan langit tidak pula berbintang, dibawah kepekatan yang menghitam gelap disertai hembusan angin mencucuk dingin, ditambah dengan turunnya hujan rintik-rintik, seekor kuda putih berlari kencang menuju puncak Gunung Klabat. Sambil lari binatang ini tiada hentinya keluarkan suara meringkik keras dari sela mulutnya yang berbusa. Di atas punggung kuda putih itu membelin-tang sesosok tubuh yang sudah tidak bernyawa lagi. Sesosok mayat seorang lelaki separuhbaya berambut panjang sebahu dengan luka bekas bacokan pada pangkal lehernya. Sebagian wajah dan leher serta dadanya dibasahi oleh darah yang masih hangat tanda orang ini belum begitu lama menemui ajalnya. Di belakang mayat yang membelintang di atas punggung kuda itu, duduk seorang perempuan berwajah bulat, berpakaian merah. Rambutnya yang panj

Kolak Pelangi dan Sholat Dhuha

Ramadhan pasti identik dengan pasar dadakan. Di antara kerumunan pedagang yang jumlahnya puluhan itu, terlihat seorang gadis bersama ibunya sedang berjualan kolak. Namanya Aisyah. Sekarang Aisyah dan ibunya menjadi pedagang takjil dadakan. Namun tidak setiap hari dagangan mereka habis terjual. Suatu hari timbul pertanyaan di benak Aisyah. “Bu, kenapa kolak itu warnanya selalu coklat, kenapa tidak pink atau warna lainnya?, ujar Aisyah kepada ibunya. “Kolak itu warnanya coklat karena diberi gula jawa”, jawab ibu dengan penuh senyum. “Bu, besok kita buat kolak dengan warna lainnya ya Bu”, kata Aisyah penuh semangat. Ibunya hanya tersenyum geli mendengar ideanaknya. Kolak berwarna itu terus memenuhi kepala Aisyah. Ia ingin sekali idenya menjadi kenyataan. Jika minta uang kepada ibu, pasti ibu keberatan. Sedangkan uang sakunya sedang tidak ada. Tiba-tiba nasehat Bu Rita di sekolah berdengung di telinganya. “Sholat dhuha adalah sholatnya orang-orang kaya, karena dalam sholat dhuha kita memin